Ketika Cinta Harus Pergi
oleh: Ayu Sulastri
Perkenalan ku padanya memang tidak disengaja. Sungguh semua ini diluar dugaan,,
betapa tidak...!! Ternyata Dia adalah adik dari teman Abang ku sendiri,,,
ehm.... cukup mengejutkan, Dia mengenal Abang ku, dan Aku pun mengenal
Abangnya,,. Tapi anehnya kami tidak saling mengenal. Sebuah Perkenalan melalui
HaPe... Aku sering SMS-an dan berbagi cerita dengan Dia.
Pendek Cerita... kami
pun berjanji untuk ketemuan. Sesuatu yang di tungggu-tunggu pun tiba. Sosok
bertubuh sedikit kecil dan berpakaian sederhana menghampiriku, (persis seperti
penampilan abangnya...)
Awal yang baik, kami melanjutkan pertemanan kami dengan sering jalan bareng.
Waktu pun terasa cepat berlalu. Dia pindah keluar kota, karena mendapat
pekerjaan baru. Aku pun sudah jarang bertemu dengannya. Kalau pun ada,, itu
hanya sesekali... bila dia libur dan pulang kerumahnya.
***
Ada suatu malam,,, Aku
merasa galau, karna berakhirnya cinta ku pada pacar ku. Ku putuskan untuk
menelponnya, karena aku butuh seseorang untuk curhat. Dalam perbincangan itu
aku menceritakan apa yang terjadi sebenarnya, tapi yang malah mengejutkan ku..
cerita ku tidaklah se-Ironis ceritanya. Aku pacaran selama 16bln saja kesedihan
ini bisa berlarut-larut,, tapi dia malah lebih lama, berpacaran selama 5 thn,
tapi tetap tegar menghadapinya.
Aku tersentak sadar,, betapa dia adalah lelaki yang sabar, dia hanya berkata
“mungkin dia bukan jodoh mas..”
Hhmm.... rasa damai saat aku mendengar ucapannya, ku rasa kesedihan ini pun
harus ku akhiri, memulai cerita yang baru dan semangat yang baru. Ku coba tanya
mengapa mereka sampai putus, mengakhiri kebersamaan 5 thn dengan begitu saja.
Tapi dia hanya menjawab “berbeda pendapat ajah,, dan kami sudah memutuskan
pilih jalan masing-masing”
Sungguh jawabannya itu membuatku merasa tidak puas,, ingin rasanya ku tanya
lebih dalam, tapi itu tidak mungkin, aku tidak boleh bertanya terlalu detail,,
nanti juga aku akan tau semuanya bila aku mau bersabar.
Sejak mengenalnya, aku selalu ingin tau tentangnnya, ku cari informasi dimana
saja, dengan siapa saja, demi mendapatkan sesuatu informasi tentang dirinya,
salah satu kabar yang aku tau adalah dia beragama Katholik. Sungguh suatu yang
mengejutkan bagi ku... dan mungkin inilah penyebabnya mengapa mereka putus,
pasti tidak salah lagi semua itu karena agama.
Aku masih ingat betul 8 April 2011 aku bertemu dengannya disebuah kost Adik
sepupuku, dan kini waktu kian berlalu,, perkenalan ku dengannya semakin akrab,
saling berbagi perhatian, saling memberi semangat, sebagai tanda kami saling
membutuhkan.
Aku mulai rindu, jika lama tak bertemu, aku mulai gelisah bila sms nya tak
kunjung menghampiri inbox ku. Ada apa sebenarnya yang terjadi padaku, aku mulai
menggantungkan keceriaan ku padanya. Ditambah lagi dia memberi ku sebuah kado
yang disaat Ultah ku, dan aku merasa semua itu sangat spesial. Semakin lama
rasa ini semakin membukit,, rasa ini sungguh sulit untuk diungkapkan,, aku
hanya tidak ingin jika jawaban dari pernyataan hati ku ini adalah CINTA. Aku
takut.... aku takut bila Jatuh Cinta padanya.
***
Malam tu malam Minggu,,
tiba-tiba Hape ku berdering dan tertulis “ Akis Calling....”
Eemm....hati ku langsung berdetak kencang,, ingin secepatnya ku pencet tombol
hijau,, tapi aku perlu waktu sedikit untuk menenangkan hati agar tidak gemetar
saat mengangkat telponnya.
Penjang lebar kami bercerita,, walau kadang-kadang terdiam, karna mungkin dia
tidak terlalu pandai bicara,, dia kemudian bertanya “nanti hari minggu adek
kuliah ya..?”,, “iya mas... emangnya kenapa.?” Jawab ku.
“Enggak,, mas mau ngajakin keundangan ntar tanggal 20 november, Mantan mas
nikah...” betapa aku terkejut mendengarnya, masa sih bisa secepat itu pikir ku,
baru Februari kemarin mereka putus,, kenapa November ini sudah mau nikah
mantannya, ribuan tanda tanya muncul di benak ku. “ mungkin adek nggak bisa
ya..?” ucapnya lagi.. tapi aku langsung menjawab “ adek pengen ikut mas, adek
pengen kesana, bisa kok... nanti juga nggak banyak tugas lagi, jadi adek bisa
ijin dulu minggu itu..” Aku tidak mungkin melewati kesempatan itu, apa pun akan
ku lakukan agar bisa ikut dia.
Keinginan itu pun terwujud, dikampus nggak ada dosen, aku pun tanpa pikir
panjang langsung pulang, tidak lama kemudian dia pun datang kerumah ku untuk
menjemputku, walau cuaca kelihatan mendung, tapi tidak membuat semangat ku
lemah untuk ikut dengannya.
Tak perlu berlama-lama lagi, aku berangkat, mungkin sedikit nekad, awan putih
berubah menjadi gelap, walau kami berharap hujan tak hadir, tapi kuasa Tuhan
tidak lah dapat ditahan, di perjalanan kami kehujanan, kami berhenti disebuah
warung untuk menghindari hujan lebat, hampir 1 jam kami disitu, hanya terdiam,
sambil terucap doa semoga hujannya berhenti.
Yacchh,,,, sepertinya hujan pun mengerti, meski gerimis mengusik, kami tetap
melanjutkan perjalanan, eemm... namanya juga musim hujan,, di perjalanan
selanjutnya kami kehujanan lagi, kemudian kami berteduh lagi.
Aku ingin cepat sampai, baju ku juga sudah basah, untuk apa berteduh, aku
memaksanya untuk melanjutkan perjalanan kami, akhirnya dia mengikuti ingin ku,
Huuuuftt.... perjalanan yang melelahkan,, kesabaran ku seperti membara, aku
ingin tau dimana rumahnya,” mengapa jauh sekali..??” ucap ku dalam hati. Jalan
rusak dan berliku, turun naik tanjakan, hingga kebun karet pun kami lewati.
Hati ku banyak berkata “ Ya Allah... bagaimana mungkin pengorbanannya yang begitu
ikhlas harus dibalas dengan sebuah kekecewaan, 5 thn untuk malam minggu bersama
pasti sangat melelahkan baginya, mengapa dia begitu kuat..??” Hahh.... keadaan
ini membuat ku semakin terkagum padanya.
Tiba-tiba dia berkata pada ku “ pasti nanti adek dibilang pacar mas,,,he..”
Aku langsung menjawab “ ya nggak apa apa lah mas, biarin aja,.” Aku berusaha
cuek dengan perkataan itu, walaupun sebenarnya sangat mengagetkan ku.
Akhirnya tiba juga di tempat resepsi, karna hujan tamu pun tidak terlalu ramai,
tapi aku tau... orang-orang di sekililing itu memperhatikan ku.
Yupz... perkataannya itu benar, aku dianggap pacarnya, hhmm... terpaksa aku
harus mengikuti persandiwaraan ini, Orang tua manta nya, keluarganya, temannya,
semua beranggapan begitu. Bahkan sebuah perkataan yang sempat membuat ku
terkejut adalah disaat ibu Mantannya berkata “ Oo,,, ada akis... hhmm,, sama
cewek yaa,, tapi kok yang ini pake jilbab.?? Yaa... nggak apa apa lah, mungkin
yang ini berjodoh”
aku hanya tersenyum, walau dalam hati ku keheranan mulai menghampiri, aku tau
jawabannya, Ini lah jawaban atas pertanyaan yang selama ini ku simpan,. Tepat
sekali,, mereka harus mengakhiri kebersamaan mereka karena Keyakinan.
Tak lama kami pulang,, berpamitan dengan Pengantin, lalu diminta foto bareng,
Mungkin akan menjadi kenangan yang Abadi....
Saat perjalanan pulang,, betapa aku sangat mengerti posisinya, aku tau
perasaannya, tidak mudah menerima semua ini dengan bersembunyi dibalik senyum
kesederhanaanya. Ingin rasanya aku memeluk erat tubuhnya, agar hatinya yang
berdegub kencang dapat meredam, aku tidak tau harus berbuat apa, sebisa mungkin
aku harus bisa membuatnya kuat untuk melewati semua ini.
Berkali-kali ucapan terima kasih dia ucapkan untuk ku, karna sudah bersedia
menemaninya dalam kisah masa lalunya ini, tapi aku hanya bisa tersenyum, aku
takut salah berbicara yang hanya akan menambah lukanya, tapi tak henti hati ini
selalu berkata diam-diam “makasih mas untuk hari ini, aku sangat bahagia bisa
ikut bersama mu, menjadi pacar sandiwara mu, menjadi sosok cewek tegar
digegalauan mu,,meski hati mu sekarang sedang bersedih, maafkan aku,,, jika aku
tak bisa berbuat lebih untuk mu”
Hhm... aku hanya mampu mengucapkannya di hati, berbisik pelan untuk diri
sendiri, berharap dia tidak mendengar.
Usai mengantar ku, dia langsung pamit pulang... aku tau betapa lelahnya dia,
aku saja sangat merasakannya, apalagi dia yang harus melanjutkan perjalanan
keluar kota untuk kembali ketempat kerjanya dengan kekecewaan. Kekhawatiran ku
pada keadaannya amatlah dalam, aku takut terjadi apa-apa dengannya, tak lupa ku
ucap pesan untuknya “ hati-hati dijalan mas,, kalau uda nyampe rumah sms adek
ya..?” lalu senyum ku menghantarnya.
Setelah 1 jam lebih berlalu, dia mengirim sms pada ku, dia berhenti untuk
istirahat, aku coba membalas smsnya dengan kata-kata yang membuat dia tetap
semangat, lalu dia membalas sms ku “Makasih atas semangatnya. Mas harus segera
bangkit lagi kayaknya, memang sulit kalau sudah berbeda, konsekuwensinya mas
harus menerima akibatnya, tapi nggak apa-apalah... mas dapat pelajaran dari
semua ini, memang sulit belajar ilmu ikhlas sama sabar”. Hanya menghela nafas
yang mampu ku lakukan setelah membaca smsnya.
***
Setelah perjalanan itu,,
aku mulai dihantui berbagai keraguan, hati selalu gelisah, tidak tenang. Bahkan
aku merasa bahwa dia adalah sosok yang memiliki peran penting dalam hidup ku.
Bahkan setiap malam aku selalu memeluk boneka yang dihadiahkannya untuk ku
sebelum tidur, sesekali airmata ku mengalir tanpa aku sadari, betapa berat perasaan
ini, aku tak sanggup menahannya. Aku sangat menyayanginya, tapi aku tidak bisa
memilikinya, aku takut rasa ini hanya akan mengulang kesalahan yang pernah
dibuatnya, aku takut membuatnya kecewa lagi.
Seperti biasanya, aku selalu ber-sms dengannya, tak pernah bosan walau yang
tertulis hanya itu-itu saja. Entah mengapa topik sms kami mengarah ke arah
serius.
“Mas capek, biasanya kalau mas kecapek’an kayak gini, mas ingat sama orang yang
mas sayang, mas seneng kalau diperhatikan..” itu isi sms yang dia kirim pada
ku, aku pura-pura ingin tau siapa orang yang dia maksud.
“eemm.... uda ada yang baru ya..?? kok nggak bilang sih..?”
“nggak ada yang baru mas,,, mas kayaknya masih trauma lah pengen pacaran
lagi... apalagi yang beda agama,”
Adrenalin ku berpacu kencang, sungguh isi sms itu telah meruntuhkan gunung
harapan ku. Selama ini aku yakin dia juga menyayangi ku, dan aku yakin bahwa
kami pasti bisa bersama nantinya, tapi semuanya harus terkubur, aku sadar,
Agama bukan lah hal sepele diantara hubungan kami ini.
Airmata ku mengalir, kian deras,, membasahi seluruh wajahku, batin ku pun ikut
meratap..”Ya Allah,, cobaan apa lagi ini.? Mengapa Engkau harus mempertemukan
ku dengan dia, bila hanya luka jiwa yang akan terukir, Ya Allah... apakah
dengan cara ini Engkau mengajari ku untuk bersabar, mengapa aku selalu sulit
mendapatkan cinta yang ku ingin, aku sangat menyayanginya, sangat mencintainya,
tapi mengapa jurang antara kami sangat lah berbahaya, Ya Allah... tunjukkan aku
jalan terbaik-Mu..”
Aku hanya bisa membalas “ iya lah mas,,, Tuhan pasti sudah merencanakan
semuanya, makasih atas semuanya mas, makasih juga uda ngasih boneka yang selalu
ada buat adek, he..”
“iya,,,itu semua karna mas sayang sama adek, untuk sekarang adek yang ngerti
mas..”
Aahh.... kata Sayang yang dikirimnya, mungkin tak berarti baginya, tapi bagi
ku,, kata-kata itu seperti ombak besar yang meruntuhkan bendungan airmata ku,
sekencangnya aku menangis, entah apa maksud dari semua ini.
Setelah itu lah,,,, aku sadar apa yang harus aku lakukan, memang menghindar
bukan jalan yang baik, tapi aku harus pandai memposisikan diri, agar perasaan
ini tidak terlalu mendalam.
Waktu terus berlalu, kedekatan ku padanya semakin akrab, hampir mirip dengan
orang yang sedang berpacaran. Liburan Natal, dia mengajak ku jalan-jalan, tapi
cuaca selalu hujan, jadi susah untuk kami bertemu, ada pun Cuma sebentar, saat
itu aku datang kerumahnya waktu hari pertama Natal, itupun dengan baju lusuh
dan basah karna kehujanan, aku hanya sebentar bertemu dengannya, tidak sedikit
pun bisa menghilangkan rindu ku.
Entah mengapa waktu seakan mengijinkan kami untuk jalan bersama, hari itu tidak
hujan lagi, cuaca sangat bagus. Tanpa perencanaan, dia menjemput ku. Kami jalan
bersama mengelilingi kota, ada suatu tempat yang ku sukai saat dia pertama kali
membawa ku jalan-jalan, tempat itu adalah “Bukit Bintang”, tapi sayang, dulu
kami ketempat itu waktu siang hari, aku hanya bisa melihat kota yang dipadati
rumah penduduk dan gedung-gedung saja. Aku merasa tidak puas, lalu aku berencana
akan kembali bersamanya ketempat itu pada malam hari. Dan keinginan ku itu
diwujudkannya, selesai makan dan keliling kota, aku dibawanya ke Bukit Bintang.
Aku terkejut melihat keindahan kota pada malam hari, diatas bukit itu aku bisa
melihat kota yang dipenuhi dengan lampu-lampu, dan langit yang dihiasi bulan
bersama bintang-bintang. Sungguh pemandangan yang indah dan romantis, aku
menikmatinya dengan damai, lirih dalam hati ku pun berbisik pada Sang Pencipta
“ Ya Allah.... Engkau lah yang tau akan takdir ku, aku hanya bisa menunggu
jawaban ini dengar rasa sabar melewati waktu, malam ini aku bersamanya, aku
merasakan kedamaian yang tak ingin ku lepas, Ya Allah.... jangan buat orang
sebaik dia merasakan sakit hati atau kecewa karna perasaan ku”. Beberapa saat
kemudian dia pun mengajak ku pulang, tentu saja kami tidak boleh berlama-lama,
karna dia harus mengantar ku pulang.
***
Kembali lagi,, keraguan
mengusik ku, aku butuh suatu kejelasan darinya, sebenarnya seberapa penting
diri ku baginya. Tapi aku harus menunggu waktu yang tepat, agar dia tidak
merasa tersinggung atas pertanyaan-pertanyaan ku. Dan aku memutuskan, bahwa
waktu yang tepat adalah Malam Tahun Baru. Karna aku akan menghabiskan malam itu
bersamanya.
Yeaachh.... semoga semuanya bisa dibicarakan dengan baik, aku dan dia pasti
akan mengerti dengan keadaan ini. Aku juga tidak mungkin terus berharap
padanya, sedangkan akhirnya aku juga tidak tau. Haruskah ku korbankan waktu
yang panjang demi sebuah jawaban yang tidak begitu jelas?
Rasanya semua ini tak sanggup untuk ku pendam sendiri, banyak yang menyukai ku
tapi semuanya ku tolak, hanya karna demi menghargai perasaannya. Tapi... apakah
adil bagi ku, bila aku harus menutup diri dari orang-orang yang mengajak ku
untuk serius. Sedangkan yang ku jalani sekarang juga tidak jelas arahnya.
Aku ingin membuat semua ini menjadi nyaman, aku juga tidak akan berpasrah diri
pada Takdir Tuhan, walau bagaimana pun rasa sayang ku padanya, Agama ku tidak
akan aku korbankan demi cinta ini.
***
Ku pikir malam Tahun
Baru ini adalah moment yang tepat untuk kami saling mengungkapkan perasaan.
Tapi ternyata tidak lah seperti yang ku harapkan. Dimalam itu kami hanya
membahas tentang perasaan yang tidak bisa saling memiliki. Aku sangat merasa
kecewa atas pernyataannya, bahwa hubungan kami memang tidak memiliki arah,
bahkan dia pun tidak berani memberikan suatu keputusan tentang kedekatan kami
ini.
“Mas... tidakkah kau mengerti perasaan ku sekarang..? aku sangat membutuhkan
kejelasan dari hubungan ini, betapa perihnya aku, harus berjalan diatas kerikil
yang tajam. Aku ingin langkah ku terarah, memiliki tujuan, sehingga aku dapat
berpegang kuat pada tekad ku, saat badai mengguncang keyakinan ku...”
***
Setelah event itu, aku
merasa bahwa aku harus membuka mata ku dengan lebar, agar bisa melihat
pandangan dengan terang. Aku takut bila saat tekad membulat, gelap datang
menyapa, hingga membawa ku pada arah yang sesat.
Aku memutuskan untuk memendam rasa cinta yang begitu dalam ini di danau hati
yang letaknya tersembunyi dari arah mata manapun. Ku biarkan air mata ini
mengalir membuat dalam genangannya, kan ku jaga sampai pada waktu yang tak
terbatas, karna tidak ada yang bisa menggantikan keistimewaannya dihati ku.
Aku tau bagaimana perasaannya, begitu sulit dia harus menjalani semua ini hanya
dengan 2 mata dan 1 hati. Ku yakin dia butuh sandaran yang lain untuk
menenangkan jiwanya yang dilanda probelam kehidupan. Walau sulit bagi ku juga
berada disamping mu, tapi ku putuskan akan selalu menjadi pendengar baik mu
disaat kau butuh seseorang untuk mendengar keluhan mu.
“ mas.. maafkan aku, aku tidak bisa menjadi seperti yang kau inginkan. Mungkin
kita bukan lah sepasang jodoh, Tuhan sudah punya rencana lain dari pertemuan
kita ini, ku harap kau pun mengerti mas, dalam hubungan ini kita sama2 diposisi
sulit. Semoga mas masih bisa menemukan seorang wanita yang sesuai dengan
keinginan mas. Cinta ku berhenti disini mas, Cukup sampai disini, ku telah
memahami waktu dan takdir, bahwa waktu dan takdir tak mengijikan kita menjalin
sebuah perasaan yang semakin jauh. U are special someone for me... everyday..”
Read more: http://cerpen.gen22.net/2012/02/cerpen-ketika-cinta-harus-pergi.html#ixzz2CumKoxVN